Jumat, 08 Agustus 2008

IRAN MENAMPAR WAJAH AMERIKA?


Judul Buku : Supremasi Iran Poros Setan atau Super Power Baru?

Penulis : Ali M. Anshari

Penerbit : Zahra Publishing House, Jakarta

Terbit : Cet. I, 2008

Tebal : 308 halaman.

Peresensi : Mustatho’

Siapa yang bisa memprediksikan ke mana masa depan dunia ini berkiblat? Amerika mungkin menjadi kiblat dunia saat ini, tapi bagaimana seratus tahun ke depan? john Naisbitt futurolog abad 21 yang terkenal lewat buku mega trend 2000nya (2006) membuat prediksi bahwa dunia masa depan adalah momentum kebangkitan agama.

Terlepas dari prediksi para futurolog yang ada, yang mesti dipegangi adalah aksioma yang diusung oleh setiap futurolog yang menyepakati bahwa gambaran masa depan adalah perpaduan kepingan sejarah antara masa lalu dan masa kini yang berjalan meringkih membentuk masa depan. Dari aksioma ini, seorang pemerhati pemerintahan dapat menarik benang merah untuk menilai masa depan sebuah negara. Dan sangat tepat untuk dijadikan tolok ukur untuk membandingkan masa depan dua negara yang saat ini berseturu; Iran dan Amerika.

Benar bahwa Amerika Serikat saat ini dielu-elukan sebagai satu-satunya Negara adidaya di dunia ini, pasca hancurnya Unisovyet sebagai pesaing. Kontrol terhadap duniapun sekarang berada di tangan AS. Tidak ada negara yang mampu secara bebas lepas dari kebijakan-kebijakan internasional Amerika. Tidak juga lawan bebuyutannya; Rusia, sebagai pecahan Unisovyet. Namun Amerika tidak memiliki modal sejarah besar seperti yang dimiliki Iran. Amerika adalah kepingan tanah kering yang ditemukan Cristian Columbus pada ekspedisi lautnya tahun 1497, yang hanya dihuni oleh penduduk Indian. kepulauan Indian ini kemudian dinamakan new england oleh para imigran Eropa yang kemudian mendeklarasikan kepulauannya sebagai negara moderen Amerika pada 4 Juli 1776.

Berbeda dengan Amerika Serikat, Iran mempunyai sejarah panjang yang membentuknya sampai seperti sekarang ini. Kebesaran Republik Islam Iran modern ditopang dengan kebesaran sejarahnya. Spirit inilah yang diusung generasi muda Iran, bahwa mereka adalah pewaris dari kejayaan monarki adidaya parsi masa lalu. Iran kini telah menjadi negara modern pesaing Amerika serikat dalam percaturan global. Kedaulatan Iran yang tidak bisa dibeli oleh Amerika Serikat semakin kukuh dengan kemampuannya melakukan lompatan teknologi yakni pengayaan uranium untuk program nuklirnya.

Buku Supremasi Iran Poros Setan atau Super Power Baru? karya Ali M. Anshari ini lebih lanjut mengetengahkan fakta tentang alasan AS merisaukan Iran. Di samping karena Iran adalah negara yang mempunyai cadangan minyak (sekitar 137 miliar barrel) terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi, juga karena kenyataan kemanjuan teknologi mencengangkan yang dimiliki Iran yang mampu melakukan pengayaan uranium untuk tenaga nuklirnya. Kenyataan ini ditambah posisi strategis Iran dalam geopolitik dunia. Iran berada di tengah-tengah antara teluk Persia dan laut Kaspia –dua kawasan energi besar dunia. Teheran lebih jauh berencana memproduksi 20.000 megawatt listrik dari pembangkit listrik tenaga nuklirnya dalam dua dekade ke depan. Posisi inilah yang sekali lagi memungkinkan negara Republik Islam Iran modern mampu menjadi pesaing AS baik dalam dominasi kebijakan politik maupun pengendali kebijakan ekonomi global.

Sebenarnya apabila ditelisik ke dalam sejarah modernisme dunia, kesadaran kedaulatan berbangsa-negara yang ada di dunia Islam, adalah dipengaruhi dan atas jasa modernisme yang ada di Barat. Termasuk Iran, merupakan salah satu negara muslim yang tidak luput dari pengaruh revolusi Barat tersebut, hal ini nampak dari konstalasi politik di Iran yang telah mengalami pergolakan yang berlangsung lama, semakin menegang terutama ketika konsep negara bangsa (nation state) mulai diterapkan di Iran. Pertarungan antara ulama dan negara yang berlangsung 200 tahun terakhir menjadi potret utama masyarakat Iran yang memberikan warna tersendiri dalam perpolitikan di Iran.

Dalam sejarah Iran modern, perjuangan melawan kolonialisme dan pembentukan negara bangsa dimulai pada masa Dinasti Pahlevi, namun benih-benih gagasan negara bangsa tersebut sudah ada sejak Dinasti Qajar. Zayar dalam bukunya Iranian Revolution; Past, Present, and Future, membagi sejarah Iran modern kedalam tiga ­periode. Pada periode pertama yang dimulai pada abad ke-18, di bawah kekuasaan Dinasti Qajar. Periode ini mencapai titik kulminasi pada revolusi konstitusional pada tahun 1906 (di bawah pengaruh revolusi Rusia tahun 1905).

Periode kedua (1908-1953) ditandai dengan banyaknya konflik di Iran antara Ulama' dan pemerintah. Pada masa inilah Iran mempunyai masa romantis dengan Amerika Serikat. Revolusi konstitusi Iran pada tahun 1953 ini adalah berkat jasa besar Britania (Inggris) dan AS. Kudeta dari Mosaddeq ke presiden Shah. Bagi AS kepentingan kudeta ini di samping karena Mosaddeq adalah orang konservatif yang tidak menguntungkan AS juga karena kepentingan global yang lebih penting. Revolusi 1953 ini memantapkan Iran pada awal perbaikan konstitusinya. Selama rezim Shah ini Iran menjadi sekutu paling manis bagi AS.

Namun, hubungan harmonis AS-Iran selama rezim Shah ini bagi rakyat Iran tidak lebih sekedar kepentingan AS. Iran menjadi Negara boneka, dieksploitasi dan ditentukan apapun kebijakan pemerintahannya yang mencapai klimaks pada masa pem­berontakan sosial yang diikuti dengan pengunduran diri Syah Reza (1926-1941). Pada tahun 1979 Revolusi Republik Islam Iran menandai ketidakpuasan rakyat Iran terhadap kepemimpinan versi AS ini. Revolusi yang dipimpin oleh Ulama’ besar Iran ini –Ayatullah Khoemaini ini berhasil menggulingkan rezim Shah dukungan AS dan mengganti sistem pemerintahan monarkhi Iran menjadi Republik Islam Iran yang dipimpin oleh para Mullah (para ulama') sebagai pimpinan utama dan seorang presiden sebagai pelaksana pemerintahannya.

Kini Iran kembali membuat dunia terbelalak. Dengan program nuklirnya, Iran seakan menampar muka pemerintahan AS dengan telak. Peran AS dalam peta teluk dan Timur Tengah tidak lagi dianggap signifikan. Khususnya karena Iran mampu membuat kemajuan yang begitu pesatnya. Pengembangan program nuklir dan pengayaan Uraniumnya serta keberanian sang presiden Mahmoud Ahmadinejad menentang segala kebijakan AS bahkan PBB. Iran bisa menjadi pemantik Negara-negara Timur Tengah untuk bersikap tegas terhadap kebijakan-kebijakan internasional. Tak pelak, Iranlah supremasi baru yang lahir dari induk semang asli Timur Tengah.

Sangat beralasan kemudian, mengapa M. Anshari dalam bukunya ini mengukuhkan bahwa Negara Iranlah satu-satunya Negara Muslim yang berani menentang arogansi AS. Iran berani mengambil sikap dengan membiayai kelompok-kelompok yang dianggap teroris oleh AS. Pasukan Hizbullah mendapat dukungan Iran dengan menyupaly semua persenjataan dan keperluan perjuangannya. Terbukti Hizbullah telah berhasil mengusir Israel dari Libanon pada tahun 2000 dan 2006. Iran pulalah yang mendukung pergerakan Hamas di Palestina.

Buku Supremasi Iran Poros Setan atau Super Power Baru? Yang ada di tangan pembaca saat ini menghadirkan liputan khusus tentang strategi Iran dalam membentuk sebuah Nasionalisme tangguh yang berpijak pada identitas murni Negara Iran. Ali M. Anshari sendri adalah seorang Profesor kajian Timur Tengah di Universitas St. Andrews Amerika Serikat. Buku ini layak di baca bagi siapapun yang ingin memahami motivasi Iran dan kebijakan luar Negeri AS di kawasan Timur tengah, di samping karena akurasi penyajian data yang ada di dalamnya, juga karena buku ini sekaligus dilengkapi dengan data histories yang melatar belakangi perkembangan Negara Iran sampai saat ini.

Mustatho’, Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, saat ini aktif di The Indonesian Famous Institute Jakarta dan Kelompok Studi Tlaga Hijau, Ciputat.

Alamat Penulis, Jl. Legoso Raya RT. 03/07 No. 28, Pisangan, Ciputat, 15419.

No Rek. KCP BCA Bojonegoro 8640042576 a.n Mustatho’

Telp. 021 32678034 (0815 7878 5376).

Blog. http//www.mustathok.blogspot.com

Email.tatok.m@gmail.com

Tidak ada komentar: